Penulis: Inkrianto Mahmud, S.E., M.M. – Ekonom Muda Gorontalo, Ketua IKA Jurusan Manajemen FEB UNG
Gerai Mie Gacoan di Gorontalo hadir bukan hanya sebagai restoran biasa, tetapi sebagai fenomena ekonomi-sosiologi yang menandai transformasi Gorontalo menuju kota dengan gaya hidup urban. Di beberapa bulan kemarin hadirnya Fore, kini Mie Gacoan menjadi tempat sasaran hampir semua kalangan, satu di antaranya adalah anak muda Gorontalo. Tak bisa dibendung, Gorontalo menjadi salah satu Kota dari 280 gerai tersebar di berbagai provinsi di Indonesia, termasuk Jawa, Bali, Sumatra, dan Kalimantan sejak 2016 silam.
Pertanyaan yang mendasar ialah: akankah UMKM lokal bangkit dan berinovasi menghadapi gelombang brand-brand nasional ini, atau justru terpinggirkan?
Urbanisasi dan Perubahan Pola Konsumsi Masyarakat
Urbanisasi rasa-rasanya tidak bisa dihindari. Tapi dengan strategi kolaboratif dan inovatif, justru bisa menjadi momentum bangkitnya identitas kulinernya Gorontalo yang tak kalah menariknya. Menurut teori urbanisasi konsumsi (Zukin, 1998), masyarakat perkotaan cenderung mengadopsi gaya hidup yang identik dengan kepraktisan, tren global juga pengalaman sosial yang dimiliki.
Jika diurai lebih panjang, Mie Gacoan hadir dengan konsep cepat saji, harga terjangkau bagi masyakarat, tempatnya juga instagramable, dan branding pedas berlevel yang sangat cocok dengan selerah anak muda di Gorontalo. Data menunjukkan, Provinsi Gorontalo menjadi daerah nomor satu konsumsi cabai se Indonesia. Berdasarkan data dari BPS Provinsi Gorontalo menyebutkan berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2024, konsumsi cabai rawit per kapita per bulan di Gorontalo adalah sebesar 0,43 kg. sebab, cabai menjadi komponen utama disetiap sajian makanan di Gorontalo.
Masuknya Mie Gacoan memperkuat sinyal bahwa Gorontalo tengah mengalami pertumbuhan pasar urban, di mana selera masyarakat tak lagi hanya berbasis kebutuhan dasar, tetapi juga pada aspek gaya hidup dan pengalaman sosial konsumsi yang merata.
Segmentasi Pasar, Strategi Pemasaran dan Efek Ekonomi Lokal Gorontalo
Mie Gacoan membentuk segmentasi pasar tersistematis. Jika ditelisik lebih mendalam, perspektif pemasaran, pendekatan yang digagas oleh Mie Gacoan sangat sesuai dengan teori segmentasi pasar (Kotler dan Keller, 2016). Jelas dan terukur target pasar yang dibentuk. Rata-rata Mie Gacoan menyasar segmen anak muda urban, seperti mahasiswa, pekerja muda dan pengguna aktif media sosial termasuk di Gorontalo.
Di Gorontalo karakteristik masyarakat adalah suka nongkrong, tertarik pada tren makanan pedas juga responsif terhadap visual dan promosi digital yang dilakukan oleh ritel-ritel baru yang masuk di Gorontalo. Strategi pemasaran ini memperkuat positioning sebagai tempat makan murah, cepat dan seru, menjadikan Mie Gacoan relevan di kalangan gen Z dan milenial di Gorontalo.
Kedatangan brand nasional ke daerah seperti Gorontalo dapat dianalisis bahwa teori kompetisi pasar monopolistik (Chamberlin, 1993). Di dalam struktur ini, berbagai usaha bersaing dengan produk yang serupa tapi berbeda dalam hal branding, lokasi dan layanan yang diterapkan perusahaan. Sebenarnya, Mie Gacoan memberikan efek ekonomi lokal ganda, sisi positifnya menyerap tenaga kerja lokal di Gorontalo, memperkuat daya beli masyarakat, dan menarik lalu lintas konsumen baru (terutama anak muda dan wisatawan domestik Gorontalo). Sisi negatifnya, bisa menggeser UMKM lokal yang belum siap bersaing secara harga, promosi maupun pengalaman konsumennya. Pergeseran ini mesti diperhatikan pemerintah daerah, harus dipastikan menggunakan tenaga kerja lokal Gorontalo dan memastikan UMKM lokal Gorontalo dapat bersaing dengan strategi pemasaran yang perlu terus menerus dilakukan oleh pemerintah daerah seperti pelatihan UMKM dan sejenisnya.
Konsumerisme Anak Muda Gorontalo
Dalam beberapa tahun terakhir, lanskap sosial-ekonomi Gorontalo mulai berubah secara perlahan namun pasti. Fenomena seperti hadirnya brand nasional — mulai dari Fore Coffee, Mie Gacoan, hingga gerai fast fashion — bukanlah sekadar ekspansi bisnis. Ini adalah indikator nyata munculnya konsumerisme baru yang tumbuh di kalangan anak muda urban Gorontalo.
Di balik belanja kopi harian, makanan kekinian, atau tren outfit dari media sosial, ada dinamika sosial yang menarik untuk dikaji. Konsumsi kini bukan lagi soal kebutuhan, tapi lebih pada simbol status, gaya hidup, dan pencarian identitas.
Dalam teori konsumerisme budaya (Baudrillard, 1981), konsumsi bukan lagi soal memenuhi kebutuhan, melainkan tentang identitas. Anak muda Gorontalo yang makan di Mie Gacoan bukan hanya ingin kenyang, tapi juga ingin jadi bagian dari tren nasional. Ini menjelaskan mengapa Mie Gacoan dan brand semacamnya cepat viral: mereka menjual gaya hidup, bukan sekadar mie.
Konsumerisme tidak selalu negatif. Ada sisi ekonomi yang tumbuh: meningkatkan perputaran uang lokal, membuka lapangan kerja baru dan mendorong UMKM lokal untuk terus berinovasi. Namun, ada juga tantangan:
munculnya perilaku konsumtif yang tidak rasional, ancaman terhadap produk lokal tradisional yang tidak “Instagramable” dan ketimpangan sosial antara mereka yang “mampu ikut tren” dan yang tidak.
Apa yang harus dilakukan Pemerintah Daerah?
Pemerintah daerah tidak hanya menyambut brand like Mie Gacoan, tetapi juga bisa memaksimalkan dampak ekonominya: menyuntik pendapatan, memperluas lapangan kerja, dan mendorong kemajuan UMKM lokal. Strategi kolaboratif ini akan memastikan bahwa pertumbuhan gaya hidup urban di Gorontalo berjalan sejalan dengan kearifan dan kemakmuran lokal.
Berdasarkan data BPS pada triwulan I tahun2025 di angka 6,07 persen di bawah Sulawesi Tengah 8,69 persen, Papua Barat 25,53 persen serta Maluku Utara 34,58 persen. Angka itu jauh di atas rata-rata nasional sebesar 4,87 persen. Selain itu, Menurut BPS Kota Gorontalo, sektor “Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil & Sepeda Motor” menyumbang 18,43 % dari PDRB pada tahun 2024 (berdasarkan harga berlaku, PDRB mencapai Rp 11.237 miliar).
Pertama, arah kebijakan regulasi franchise, pemerintah daerah memastikan bahwa melakukan pengawasan dan penegakan aturan seperti (waktu dimulai, laporan tahunan dan suspensi jika ada pelanggaran yang dilanggar. Kedua, sinergi UMKM-Franchise, pemerintah memastikan dan menjembatani koneksi ke petani dan supplier lokal kebutuhan Mie Gacoan. Ketiga, perkuat akses modal bergulir KUR, modal usaha mikro, agar mampu bersaing dan memasok ke outlet nasional. Studi di Gorontalo menunjukkan KUR mampu mendorong pelaku usaha—namun proses birokrasi dan inovasi masih jadi kendala. Terakhir, pemerintah daerah perlu membangun sistem economic intelligence yang memonitor akses UMKM ke ekonomi modern, termasuk dampak masuknya franchise terhadap pendapatan, lapangan kerja, dan investasi lokal di Gorontalo.
Selamat menikmati sajian Mie Gacoan di Gorontalo. Pedas dan mantap, wan-kawan!
**Klik Channel WhatsApp Ulanda.id untuk membaca berita pilihan menarik lainnya langsung di ponselmu.