ULANDA.ID – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, kembali menjadi sorotan publik. Puluhan alat berat jenis ekskavator masih beroperasi siang dan malam di Desa Popaya, meski pemerintah daerah sebelumnya telah mengumumkan penutupan sementara seluruh tambang di wilayah itu.
Keputusan penutupan disepakati dalam rapat lintas sektor yang digelar di Kantor Camat Dengilo pada 18 Juni 2025, dipimpin Wakil Bupati Pohuwato, Iwan S. Adam. Alasan utama penutupan adalah meningkatnya kasus malaria yang mencapai 48 orang, diduga akibat kubangan bekas tambang yang menjadi sarang nyamuk.
“Tambang ilegal ini dilematis. Kalau dibiarkan merusak lingkungan, kalau ditutup ada dampak sosial. Tapi yang terpenting semua pihak harus menekan dampak buruknya,” kata Iwan dalam rapat tersebut.
Rapat itu dihadiri unsur TNI/Polri, Kesbangpol, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), para kepala desa, tokoh adat, serta organisasi penambang. Semua pihak sepakat menutup tambang hingga batas waktu yang belum ditentukan. Namun, kesepakatan tersebut belum berujung pada tindakan nyata di lapangan.
Camat Dengilo, Nakir Ismail, bahkan menyebut koordinasi antarinstansi berjalan macet. “Entah kepada siapa kami harus berkoordinasi,” ujarnya.
Ketua Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Pohuwato, Limonu Hippy, menyebut DPRD melalui Komisi II sudah membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengkaji persoalan tambang. Sementara DLH menegaskan semua aktivitas pertambangan wajib merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2025 agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan.
Beberapa kepala desa mengusulkan langkah konkret, seperti menutup tambang di sekitar fasilitas umum dan membentuk pos pengawasan di pintu masuk tambang. Namun, hingga kini usulan tersebut masih sebatas wacana.
Di sisi lain, aparat keamanan mengakui keterbatasan kewenangan. Kapolsek Paguat hanya bisa meminta aktivitas tambang dilaporkan, sedangkan Danpos Koramil 1313-01 Paguat lebih memilih pendekatan persuasif agar penambang mematuhi aturan.
Padahal, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba jelas menyebutkan bahwa aktivitas menambang tanpa izin dapat dipidana. Namun, di Dengilo, ketentuan hukum itu belum berjalan efektif.
Aktivis lingkungan menilai pemerintah daerah perlu menunjukkan ketegasan dengan tindakan nyata, bukan hanya rapat atau imbauan. “Kalau serius ingin menertibkan PETI, buktikan dengan langkah lapangan, bukan sekadar seruan,” kata seorang pemerhati lingkungan di Pohuwato.
Kini, warga tak lagi menunggu kapan tambang ditutup, melainkan kapan pemerintah benar-benar konsisten menegakkan hukum. Sungai yang keruh dan lubang-lubang tambang di Dengilo menjadi potret rapuhnya penegakan hukum di daerah.