ULANDA.ID I GORONTALO – DPRD Provinsi Gorontalo menggelar rapat gabungan Komisi I dan II bersama Inspektorat serta Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Gorontalo, Selasa (14/01/2025). Rapat ini membahas isu strategis terkait status tenaga honorer yang tidak tercatat dalam database dan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang belum sepenuhnya terakomodasi.
Wakil Ketua III DPRD Provinsi Gorontalo, Sulyanto Pateda, yang juga merupakan Koordinator Komisi I, menyampaikan hasil kunjungan DPRD ke Kementerian PAN-RB. “Berdasarkan penjelasan Kementerian PAN-RB, tenaga honorer yang masuk dalam database PPPK akan diselesaikan melalui seleksi untuk mendapatkan NIP. Sedangkan yang tidak masuk database dapat dialihkan menjadi tenaga outsourcing,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah pusat berupaya mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan meminta BKD serta pihak keuangan segera memberikan jawaban terkait nasib tenaga honorer. “Kami memberikan waktu satu minggu kepada BKD dan keuangan untuk menyampaikan jawaban mengenai keputusan mereka,” tambahnya.
Kepala BKD Provinsi Gorontalo, Rifli Katili, menjelaskan bahwa pendataan tenaga honorer terakhir dilakukan pada 2022 untuk mereka yang bekerja hingga 2021.
Baca Juga : Pj. Bupati Boalemo Tutup Rapat Kerja IPHI, Dorong Program Pengabdian dan Kerukunan
Ia juga menyoroti pentingnya sinkronisasi antara kebijakan pusat dan daerah, terutama dalam hal pendanaan. “Anggaran untuk tenaga non-ASN di daerah bergantung pada kemampuan APBD, sedangkan untuk kementerian bergantung pada sumber anggaran masing-masing,” tegasnya.
Rapat ini menjadi langkah penting dalam mencari solusi atas polemik tenaga honorer di Provinsi Gorontalo, sekaligus memastikan kesejahteraan mereka sesuai dengan kebijakan nasional.
Selain itu, Rifli Katili menekankan pentingnya kerja sama lintas instansi untuk memastikan bahwa semua tenaga honorer, terutama yang belum terdata, dapat menerima kejelasan status kepegawaian mereka. Menurutnya, langkah ini tidak hanya melibatkan BKD, tetapi juga peran aktif pemerintah daerah dalam menyelaraskan kebijakan dengan arahan pusat.
“Kebijakan ini harus diimplementasikan secara adil dan transparan, sehingga tidak ada tenaga honorer yang merasa diabaikan,” ujar Rifli.
DPRD Provinsi Gorontalo juga menyoroti perlunya pendampingan dan komunikasi intensif antara pemerintah daerah dan tenaga honorer. Wakil Ketua III DPRD, Sulyanto Pateda, menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengawal isu ini hingga ada kepastian bagi semua pihak. “Kami akan memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan memberikan solusi konkret tanpa memberatkan tenaga honorer. Harapan kami, tidak ada lagi kekhawatiran terkait nasib mereka di masa mendatang,” tutupnya./mFT81