ULANDA.ID – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya untuk memberikan keterangan dalam penyidikan kasus dugaan ijazah palsu yang menyeret nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Pemeriksaan berlangsung hampir 10 jam dengan total 56 pertanyaan yang diajukan.
Abraham menjelaskan, pemanggilan dirinya berkaitan dengan konten yang ia sampaikan melalui podcast. Menurutnya, seluruh materi dalam siaran tersebut bersifat edukatif dan bertujuan memberikan pemahaman hukum kepada masyarakat.
“Isi podcast saya adalah diskusi yang mencerahkan dan mengingatkan masyarakat akan hak serta kewajiban yang dilindungi hukum. Tidak ada konten hiburan atau hal yang tidak mendidik,” ujar Abraham di Mapolda Metro Jaya, Rabu (13/8).
Ia menegaskan, kehadirannya sebagai wujud kepatuhan terhadap hukum sekaligus contoh bahwa tidak ada pihak yang memiliki kekebalan hukum. Samad juga menilai proses hukum yang dihadapinya berpotensi menjadi upaya pembungkaman kebebasan berpendapat.
“Kalau upaya edukasi lewat podcast dianggap memiliki unsur pidana, maka ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi,” katanya.
Pendamping hukum Abraham, Daniel Winata, menyampaikan bahwa sebagian besar pertanyaan penyidik mengarah pada pembahasan isi podcast, termasuk wawancara dengan sejumlah tokoh seperti Roy Suryo, Rizmon, dr. Tifa, Kurnia, dan Rizal Fadila.
Kasus dugaan ijazah palsu Jokowi bermula dari laporan Presiden sendiri ke Polda Metro Jaya dengan sangkaan Pasal 310 dan 311 KUHP, serta Pasal 27A, 32, dan 35 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Setelah gelar perkara, penyidik menaikkan status laporan menjadi tahap penyidikan.
Hingga saat ini, terdapat empat laporan serupa yang masuk tahap penyidikan, sementara dua laporan lainnya telah dicabut. Kasus ini juga pernah ditangani Bareskrim Polri, yang menyatakan ijazah Presiden Jokowi asli setelah melalui proses verifikasi dan pembandingan dokumen.
Presiden Jokowi sendiri telah menjalani pemeriksaan pada Kamis (24/7) di Mapolresta Solo. Penyidik Polda Metro turut menyita dokumen ijazah SMA dan S1 untuk pemeriksaan laboratorium forensik.