ULANDA.ID – Rapat Paripurna DPRD Provinsi Gorontalo diwarnai suasana hening dan haru saat pengumuman pemberhentian anggota dewan, Wahyudin Moridu, Senin (22/9/2025).
Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Gorontalo, Umar Karim, menyampaikan kesan mendalam dengan suara bergetar. Ia menilai Wahyudin dikenal sebagai sosok tegas, kritis, dan konsisten memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Nada emosional juga datang dari Ghalib Lahidjun, rekan sefraksi Wahyudin di Golkar. Ia menyinggung kiprah sahabatnya itu saat terlibat dalam Panitia Khusus (Pansus) Tata Kelola Perkebunan Sawit. Bahkan, Ghalib melantunkan doa yang membuat suasana ruang paripurna terdiam.
Kasus pemberhentian ini bermula dari beredarnya video pernyataan kontroversial Wahyudin yang menyebut “memiskinkan negara”. Potongan video tersebut viral sejak Jumat (19/9) dan menuai kecaman publik. Gelombang desakan agar ia dicopot dari jabatan anggota dewan pun menguat.
Menanggapi polemik itu, DPP PDI Perjuangan lebih dulu mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 12/KPTS/DPP/IX/2025 tertanggal 20 September 2025 yang mencabut keanggotaan Wahyudin dari partai. Tidak lama kemudian, Badan Kehormatan DPRD juga menggelar sidang etik secara in absentia.
Dalam pembacaan putusan, Umar Karim menegaskan Wahyudin terbukti melanggar sumpah dan kode etik anggota DPRD. Berdasarkan Keputusan BK Nomor 1 Tahun 2025, ia dijatuhi sanksi pemberhentian dari keanggotaan dewan.
“Sidang etik tetap kami jalankan meski DPP PDI Perjuangan sudah mengeluarkan keputusan. Aduan yang masuk wajib kami tindaklanjuti agar ada kepastian hukum. Apalagi, kami mengantongi lebih dari dua alat bukti,” ujar Umar.
Dengan demikian, Wahyudin resmi diberhentikan melalui dua jalur, yakni keputusan internal PDI Perjuangan dan putusan Badan Kehormatan DPRD Gorontalo. Umar menegaskan, keduanya sah secara hukum karena berlandaskan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Ia menambahkan, keputusan DPP PDI Perjuangan lebih cepat ditindaklanjuti, karena DPRD hanya perlu mengajukan usulan ke Menteri Dalam Negeri sebelum diterbitkan SK pemberhentian secara resmi.