ULANDA.ID – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali menghadapi dualisme kepemimpinan setelah pelaksanaan Muktamar X di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (27/9).
Dalam forum tersebut, Muhammad Mardiono terpilih sebagai Ketua Umum PPP secara aklamasi setelah mendapat persetujuan 1.304 muktamirin pemilik suara. Pimpinan sidang Amir Uskara menegaskan hanya Mardiono yang sah mencalonkan diri sesuai ketentuan AD/ART partai.
“Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11, proses bisa dipercepat jika kondisi darurat. Hampir 80 persen muktamirin menyetujui langkah ini untuk mencegah keributan berkepanjangan,” kata Mardiono dalam konferensi pers.
Namun, keputusan tersebut ditolak sebagian kader PPP. Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Muhamad Romahurmuziy (Romy), menyebut penetapan Mardiono tidak sah. Ia menegaskan Muktamar ke-10 masih berlangsung hingga Minggu (28/9) malam.
Menurut Romy, forum resmi Muktamar akhirnya memilih mantan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto sebagai Ketua Umum PPP periode 2025–2030 bersama 12 formatur yang akan menyusun kepengurusan.
“Kami perlu menegaskan Muktamar ke-10 telah usai, dan telah terpilih Agus Suparmanto sebagai ketua umum yang sah,” ujar Romy.
Di sisi lain, Ketua Bidang Hukum DPP PPP Andi Surya Wijaya menilai pemilihan Agus tidak sah karena tidak memenuhi kuorum. Ia menegaskan hanya Mardiono yang sesuai persyaratan pencalonan berdasarkan AD/ART partai.
“Kalau bicara kuorum, kita melihat jumlah mayoritas ada di mana. Dalam Muktamar ini, Mardiono satu-satunya calon yang memenuhi syarat,” kata Andi.
Dengan demikian, PPP kembali dihadapkan pada persoalan dualisme kepemimpinan, mirip dengan konflik internal yang pernah terjadi pada periode sebelumnya. Situasi ini diperkirakan akan berdampak pada konsolidasi partai menjelang agenda politik 2029.