ULANDA.ID I Jakarta, 15 April 2025 – Pemerintah berencana menyalurkan 1.000 unit rumah subsidi layak huni khusus bagi jurnalis mulai 6 Mei 2025, melalui kerja sama antara Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Program ini juga melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS), Tapera, dan Bank Tabungan Negara (BTN), menggunakan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Meski skema FLPP merupakan fasilitas umum yang dapat diakses oleh seluruh warga negara yang memenuhi syarat – seperti belum memiliki rumah dan berpenghasilan maksimal Rp7 juta (lajang) atau Rp8 juta (keluarga), dengan bunga tetap 5% dan uang muka hanya 1% – program ini menuai kritik karena memberikan jalur khusus bagi jurnalis.
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyatakan bahwa program ini merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan jurnalis, dan menegaskan bahwa inisiatif ini bukan merupakan alat politik ataupun upaya meredam kritik dari insan pers.
Namun demikian, sejumlah organisasi profesi jurnalis menilai program ini berpotensi mencederai independensi dan etika profesi.
“Subsidi rumah mestinya bukan berdasarkan profesi, tetapi berdasarkan kebutuhan dan kategori penghasilan, apapun profesinya,” kata Reno Esnir, Ketua Umum Pewarta Foto Indonesia (PFI). Ia menegaskan bahwa memberi jalur khusus bagi jurnalis akan menimbulkan kesan seolah profesi jurnalis patut diistimewakan dibanding profesi lainnya.
Nada serupa disampaikan oleh Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Nany Afrida. Ia menyatakan bahwa program ini justru dapat memicu persepsi publik bahwa jurnalis kehilangan daya kritisnya. “Jika jurnalis mendapatkan rumah dari Komdigi, tidak bisa dielakkan kesan publik bahwa jurnalis sudah tidak kritis lagi. Maka sebaiknya program ini dihentikan saja,” tegasnya.
Nany menambahkan bahwa jurnalis memang membutuhkan tempat tinggal, tetapi demikian pula seluruh warga negara. Karena itu, ia menilai persyaratan untuk mengakses kredit rumah bersubsidi seharusnya berlaku adil dan merata.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Herik Kurniawan, menekankan bahwa perhatian pemerintah seharusnya difokuskan pada penguatan ekosistem media dan perlindungan jurnalis. “IJTI mengucapkan terima kasih atas perhatian pemerintah terhadap jurnalis. Namun, kami berharap dukungan diberikan melalui regulasi yang bisa membangun ekosistem media yang sehat,” ujarnya.
Herik juga menyarankan agar Dewan Pers tidak dilibatkan dalam program tersebut. “Karena mandat Dewan Pers bukan mengurusi perumahan, melainkan hal-hal yang berkaitan langsung dengan jurnalistik,” tambahnya.
AJI, IJTI, dan PFI secara tegas menolak pemberian kredit rumah bersubsidi dengan jalur khusus kepada jurnalis. Mereka sepakat bahwa jurnalis semestinya mendapatkan akses ke program seperti FLPP melalui jalur reguler, seperti warga negara lainnya.
Lebih lanjut, ketiga organisasi ini mendorong pemerintah untuk fokus pada pengadaan rumah terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat dan merealisasikan target pembangunan 3 juta rumah. Mereka juga menekankan pentingnya perbaikan kesejahteraan jurnalis melalui penegakan UU Ketenagakerjaan, pemberian upah layak, dan jaminan keamanan saat peliputan.
“Jika upah jurnalis sudah layak, maka kredit rumah akan dapat dipenuhi tanpa harus mengandalkan jalur khusus,” ujar Nany Afrida.
“Jurnalis, termasuk fotografer, membutuhkan jaminan kebebasan dan keamanan dalam menjalankan tugas peliputan,” tutup Reno Esnir. di kutip dari situs resmi Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI).
**Klik Channel WhatsApp Ulanda.id untuk membaca berita pilihan menarik lainnya langsung di ponselmu.