ULANDA.ID I Jakarta, 17 Desember 2024 – Pemerintah telah resmi mengumumkan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus mengatur konsumsi barang dan jasa tertentu.
Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan, kenaikan tarif PPN ini secara khusus menyasar produk dan jasa premium. Barang dan jasa yang termasuk dalam kategori premium adalah produk dengan harga tinggi atau yang tidak termasuk dalam kebutuhan dasar, seperti barang mewah, properti kelas atas, kendaraan bermotor mewah, serta jasa-jasa eksklusif seperti perjalanan wisata premium dan layanan personalisasi kelas atas.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan bahwa kebijakan ini tidak akan memengaruhi barang kebutuhan pokok, pendidikan, dan kesehatan yang selama ini mendapatkan pengecualian PPN atau tarif PPN yang lebih rendah.
“Penerapan tarif PPN 12% ini kami desain untuk lebih adil dan efisien. Barang dan jasa yang bersifat premium akan berkontribusi lebih besar pada penerimaan negara, sementara kebutuhan masyarakat umum tetap terjangkau,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (16/12).
Baca Juga : Mahasiswa Demo DPM-PTSP Gorontalo Tuntut Transparansi Izin
Kenaikan PPN ini diatur dalam revisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah disetujui oleh DPR pada Oktober lalu. Dalam UU tersebut, disebutkan pula bahwa PPN secara umum dapat disesuaikan antara 11%-15% tergantung pada kebutuhan fiskal dan situasi ekonomi nasional.
Pro dan Kontra di Masyarakat
Kebijakan ini mendapat tanggapan beragam dari berbagai kalangan. Para pelaku bisnis di sektor premium mengkhawatirkan dampak kenaikan ini terhadap daya beli konsumen, terutama pada produk-produk dengan nilai transaksi besar seperti properti dan otomotif mewah.
Namun, pengamat ekonomi menilai bahwa langkah ini wajar sebagai upaya untuk meningkatkan keadilan pajak. “Kebijakan ini bisa memperkuat penerimaan negara sekaligus mengatur konsumsi barang-barang yang bukan kebutuhan pokok. Tapi, pemerintah harus memastikan pengawasan dan implementasi yang baik agar tidak ada kebocoran,” ujar Faisal Basri, ekonom senior.
Sementara itu pengamat kebijakan publik Yustisius, mengatakan sebaiknya pemerintah harus melakukan mitigasi efek kenaikan PPN, menimbang dan mengevaluasi kebijakan ini, baik terkait harapan masyarakat maupun peraturan pemerintah secara tekhnis,”ujar yustisius.
Dampak pada Penerimaan Negara
Kementerian Keuangan memperkirakan kenaikan PPN ini dapat menambah penerimaan negara hingga Rp50 triliun pada tahun 2025. Anggaran tambahan ini akan diarahkan untuk membiayai program prioritas seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Pemerintah juga menjanjikan akan terus memantau dampak kebijakan ini terhadap perekonomian nasional dan melakukan evaluasi berkala.
Dengan penerapan kenaikan PPN ini, masyarakat diimbau untuk lebih cermat dalam merencanakan pengeluaran mereka, terutama pada barang dan jasa yang masuk dalam kategori premium. Di sisi lain, pemerintah berharap kebijakan ini dapat mendorong terciptanya perekonomian yang lebih adil dan berkelanjutan./yA81.