ULANDA.ID — Hepatitis B masih menjadi masalah kesehatan serius di dunia, termasuk di Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat 254 juta orang yang hidup dengan infeksi hepatitis B kronis secara global.
Namun, dari jumlah tersebut, hanya sekitar 13 persen yang telah didiagnosis dan baru 3 persen yang menerima pengobatan. Setiap tahun, lebih dari 1,2 juta infeksi baru tercatat dan sekitar 1,1 juta kematian dilaporkan akibat hepatitis B.
Di kawasan Asia Tenggara, jumlah penderita hepatitis B mencapai sekitar 61,4 juta orang, dengan 266 ribu infeksi baru dan 218 ribu kematian setiap tahun.
Di Indonesia sendiri, hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan sekitar 6,7 juta penduduk terinfeksi hepatitis B. Angka ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan beban penyakit hepatitis B tertinggi di kawasan.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, dr Ina Agustina Isturini, MKM, dalam temu media Hari Hepatitis Sedunia 2025, menjelaskan bahwa hepatitis merupakan peradangan hati yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk virus, penggunaan obat-obatan, konsumsi alkohol, kondisi medis tertentu, serta perlemakan hati.
Sementara itu, Komite Ahli Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan Kemenkes RI, Prof David H Muljono, menyampaikan bahwa hepatitis B menjadi penyebab utama sirosis dan kanker hati jenis karsinoma hepatoseluler (HCC) di Indonesia, serta di wilayah lain seperti Asia Selatan, Alaska, dan Afrika bagian selatan.
“Virus hepatitis B ini memiliki materi genetik berupa DNA dan dapat menyerang tubuh bayi saat lahir. Setelah masuk, virus akan menyasar sel-sel hati dan menyatu dengan DNA sel hati manusia,” ujar Prof David.
Menurut Prof David, penularan hepatitis B paling sering terjadi saat proses persalinan, dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya. Selain itu, penularan juga bisa terjadi melalui penggunaan jarum suntik bersama, alat medis yang tidak steril, transfusi darah, dan hubungan seksual yang tidak aman.
“Penularan dari ibu ke bayi saat persalinan merupakan jalur infeksi paling utama di Indonesia,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa virus hepatitis B dapat menetap di inti sel hati manusia, menyebabkan infeksi kronis, dan meningkatkan risiko komplikasi jangka panjang seperti kanker hati.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus mendorong upaya pencegahan, antara lain dengan imunisasi hepatitis B pada bayi baru lahir dan skrining dini pada kelompok berisiko.
“Deteksi dini dan pengobatan sangat penting untuk mencegah komplikasi serius akibat hepatitis B,” ujar dr Ina Agustina.
Peringatan Hari Hepatitis Sedunia yang jatuh setiap 28 Juli menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pencegahan, pemeriksaan dini, serta pengobatan hepatitis secara tepat.