Adveristing
Example 325x300
Opini

Sugiono dan Arsitektur Sunyi Kekuasaan Prabowo

×

Sugiono dan Arsitektur Sunyi Kekuasaan Prabowo

Sebarkan artikel ini
Sugiono menjadi sekjen Gerindra (Foto:Ist/Ulanda.id)
Sugiono menjadi sekjen Gerindra (Foto:Ist/Ulanda.id)

Oleh: Dr. Funco Tanipu., ST., M.A

(Sosiologi, sedang meneliti tentang genealogi Prabowo Subianto)

Ketika Presiden Prabowo Subianto menunjuk Sugiono sebagai Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, banyak yang hanya melihat ini sebagai pergeseran biasa dalam struktur internal partai. Namun, seperti dalam banyak kisah kekuasaan, yang tampak formal sering kali menyimpan jejak-jejak terdalam dari arah sejarah itu sendiri. Di balik rotasi ini, tersembunyi rekonstruksi kekuasaan berbasis loyalitas, eksil, trauma, dan ingatan kolektif keluarga.

Sugiono, mantan perwira infanteri yang kini menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, bukan figur flamboyan. Ia lahir di Takengon, Aceh, 11 Februari 1979. Sejak SMA Taruna Nusantara, ia seangkatan dengan Agus Harimurti Yudhoyono. Setelah lulus, ia melanjutkan studi ke Norwich University, Amerika Serikat, mengambil bidang teknik komputer. Sugiono diketahui juga sempat tinggal dan bekerja di Rhode Island, Amerika Serikat (AS). Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke University of Konstanz di Jerman. Suigono mengambil double degree yaitu magister manajemen dan magister bisnis. Setelah bekerja sejenak di Amerika Serikat, ia kembali ke Indonesia dan mengikuti pendidikan calon perwira di Akademi Militer Magelang. Ia dilantik sebagai Letnan Dua korps Infanteri TNI AD dan masuk dalam satuan Kopassus, meski hanya berdinas hingga 2004.

Dari jalur ini, ia masuk ke orbit dalam Prabowo Subianto, ia kemudian didapuk menjadi sekretaris pribadi pengawal sunyi, dan akhirnya anak ideologis. Prabowo. Sugiono kemudian juga ikut bergabung ke Partai Gerindra yang dibentuk pada 2008.

Gerindra: Dari Forum Konsensus Menuju Komando Tunggal

Transisi dari Muzani ke Sugiono bukanlah semata-mata perubahan personalia. Ia adalah simbol dari pergeseran visi kekuasaan. Sugiono datang dari barisan dalam, bukan dari wajah luar. Ia mengabdi lebih dulu daripada bicara. Ini menjelaskan bahwa Gerindra tidak lagi berfungsi sebagai kanal representasi elite politik, tetapi kini berubah menjadi lengan kekuasaan yang tersentralisasi. Sugiono adalah manifestasi dari perubahan tersebut.

Ahmad Muzani, pendahulunya sebagai Sekjen, adalah simbol dari Gerindra sebagai partai politik modern: sipil, diplomatis, parlementer. Tapi Prabowo bukan lagi hanya memimpin partai. Ia kini memimpin negara. Dan logika yang dibawa ke dalam partai berubah total: bukan diskusi, tapi disiplin. Bukan perundingan, tapi garis lurus. Di tengah realitas itu, Sugiono hadir sebagai figur yang bukan hanya menjalankan perintah, tetapi paham seluruh irama dan ritme kekuasaan Prabowo.

Baca Juga :  Jejak Keluarga Tom Lembong di Gorontalo

Amnesti dan Rekonsolidasi: Politik Tanpa Oposisi

Perubahan arah Gerindra tak bisa dilepaskan dari lanskap politik nasional pasca-pemilu 2024. Amnesti terhadap Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Thomas Lembong bukanlah langkah administratif belaka, melainkan bagian dari strategi rekonsolidasi elite secara total. Ini adalah sinyal bahwa kekuasaan Prabowo bukan hanya terpusat, tapi juga inklusif dalam batas tertentu—selama para pihak tunduk pada ritme yang ia kendalikan.

Masuknya kembali PDIP ke lingkar kekuasaan menandai babak baru dalam politik Indonesia. Jokowi mulai kehilangan cengkeramannya, PSI kehilangan daya tawar, dan partai-partai besar merapat pada pusat baru. Di tengah konfigurasi ulang kekuasaan inilah, peran Sugiono menjadi penting: sebagai operator politik yang tidak hanya memahami struktur partai, tapi juga arah sejarah yang tengah dibentuk.

Transisi ini membawa kita pada pertanyaan yang lebih dalam: bagaimana kekuasaan disusun ulang, dan siapa yang diberi kepercayaan untuk menjaganya. Di titik inilah politik protege menjadi krusial.

Politik Protege dan Logika Pengasuhan Kekuasaan

Untuk memahami makna pilihan Prabowo atas Sugiono, kita harus memahami politik protege: bagaimana kekuasaan diwariskan bukan lewat pemilu atau panggung debat, tapi lewat formasi jangka panjang, pengasuhan ideologis, dan ujian loyalitas.

Sugiono telah melewati semua itu. Ia disiapkan bukan untuk menonjol, tetapi untuk menjadi bagian dari sistem. Ia bukan produk suara terbanyak, melainkan buah dari kepercayaan terdalam. Dalam dirinya, kita melihat bukan sekadar kader partai, melainkan refleksi nilai-nilai diam dari seorang pemimpin yang telah melalui jalan panjang eksil dan luka.

Protege bukan sekadar murid; ia adalah pewaris cara berpikir, cara merasakan, dan cara membaca zaman. Sugiono dipilih bukan karena ia mencerminkan masa kini, tapi karena ia menjaga narasi panjang masa lalu. Ia membawa gaya yang tidak reaktif, melainkan menunggu. Tidak gegabah, tapi sabar dalam mengeksekusi.

Di panggung global, ini bukan hal baru. Deng Xiaoping membentuk Hu Jintao lewat kaderisasi senyap. Emmanuel Macron mengangkat Gabriel Attal sebagai PM. Angela Merkel dibesarkan secara politik oleh Helmut Kohl. Semua mereka adalah protégé, bukan karena warisan darah, tapi karena warisan kepercayaan.

Baca Juga :  Refleksi Hari Sungai : Mengubah Krisis Sungai Jadi Agenda Nasional Kesungaian

Prabowo memilih Sugiono bukan karena ia paling keras berbicara, tetapi karena ia paling sabar mendengar. Karena dalam sistem baru yang sedang dibentuk, yang dibutuhkan bukan hanya figur populer, tapi figur pengawal. Politik protege dalam konteks Indonesia menjadi jalan ketiga antara oligarki dan populisme—yakni jalur yang mengandalkan pembinaan, bukan sekadar keberuntungan elektoral.

Eksil, Luka, dan Warisan Sunyi

Setiap pemimpin dibentuk oleh luka-lukanya. Untuk memahami siapa Sugiono, kita harus menelusuri jejak siapa yang membentuk Prabowo.

Leluhurnya, Raden Kertaegara IV alias Banyakwide, adalah pemimpin lokal yang membantu pasukan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa. Ia tidak tercatat dalam buku sejarah resmi, tapi keberaniannya menyuplai logistik dan menyusun strategi gerilya menyebabkan ia dibungkam dan diasingkan oleh Belanda. Ia adalah sumber memori eksil dan luka diam dalam keluarga.

Generasi setelahnya, Margono Djojohadikusumo, membentuk dunia keuangan nasional. Soemitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo, menjadi menteri penting sekaligus pengasingan politik. Karena keterlibatannya dalam PRRI, ia dan keluarganya hidup dalam eksil bersama keluarganya di Singapura, Hongkong, Malaysia, Swiss, dan London. Prabowo kecil dibentuk oleh perasaan terusir, terus mengalah, dan tak memiliki tanah untuk disebut rumah.

Dalam rumah, ibunya, Dora Marie Sigar, tak kalah penting. Ia adalah penjaga nilai dalam bentuk yang tidak konfrontatif, namun teramat dalam. Ia mengajarkan kedisiplinan, kerja diam, dan keikhlasan dalam mengabdi. Nilai-nilai Minahasa yang menjunjung pendidikan, kesetaraan, dan integritas mengalir dari dirinya ke anak-anaknya. Prabowo, dari Dora, belajar bahwa pemimpin tidak harus keras suara, tapi harus keras batin.

Kisah Prabowo sendiri adalah luka berulang. Ia kalah dalam konvensi Golkar 2004. Ia menjadi cawapres Megawati 2009 dan kalah. Ia kalah dua kali dari Jokowi, 2014 dan 2019. Dituding militeristik, dikhianati elite, dan dikucilkan media. Tapi ia tetap berdiri. Ketika akhirnya bergabung dengan Jokowi usai Pilpres 2019 dan menang di 2024, itu bukan hanya kemenangan politik—itu rekonsiliasi dengan sejarah.

Refleksi dari masa eksil hingga luka berulang kali telah membentuk karakter Prabowo yang tidak mengandalkan konsensus atau perundingan, tetapi penguasaan total terhadap struktur dan loyalitas. Ia belajar dari ayahnya, Soemitro, bahwa kekuasaan dapat begitu mudah dicabut, kepercayaan begitu cepat lenyap, dan tanah air bisa menjadi asing bagi anak-anaknya sendiri. Eksil menjadi universitas politik yang paling sunyi dan paling jujur—di sanalah Prabowo melihat betapa pentingnya membangun sistem kekuasaan yang tidak hanya sah, tetapi juga solid.

Baca Juga :  Lari dari Kemiskinan: Dari Jalan Maraton Menuju Jalan Baru Ekonomi Lokal

Konsolidasi kekuasaan yang dilakukannya kini, termasuk pengangkatan Sugiono dan pengendalian politik melalui amnesti, abolisi serta kooptasi elite, bukanlah sekadar strategi pragmatis. Ia adalah upaya untuk mencegah pengulangan luka yang sama. Ia ingin memastikan bahwa tidak ada lagi eksil bagi generasi setelahnya. Ia ingin struktur negara kuat dari dalam, tidak rentan dari pengkhianatan, dan cukup tangguh menghadapi guncangan sejarah. Inilah refleksi dari luka panjang yang membentuknya: bukan dendam yang ia wariskan, tetapi mekanisme perlindungan kekuasaan yang rapi dan sunyi.

Dalam seluruh episode ini, Sugiono tidak pernah di depan layar. Tapi ia hadir. Ia mencatat. Ia menyerap. Ia tidak mengambil sorotan, tapi menjadi bagian dari fondasi. Ia bukan anak biologis, tapi anak ideologis dari sistem nilai yang dibentuk oleh eksil, luka, dan ketekunan.

Tantangan Sugiono dan Masa Depan Kekuasaan

Kini, Sugiono berdiri di persimpangan yang tak mudah. Ia telah dipercaya, tapi belum tentu dimaafkan oleh sejarah. Tugasnya bukan hanya memastikan sistem tetap berjalan, tetapi memastikan bahwa sistem ini tidak menjadi menara gading yang jauh dari rakyat.

Sugiono harus menjembatani antara stabilitas elite dan legitimasi publik. Ia harus memastikan bahwa Gerindra bukan hanya mesin, tetapi rumah gagasan. Ia harus menjaga agar sistem komando tidak menutup ruang kritik. Dalam dunia yang sedang bergerak ke arah sentralisasi, Sugiono mesti memastikan bahwa sentralisasi tidak menjadi isolasi.

Ia barangkali bukan siapa-siapa bagi publik. Tapi bagi Prabowo, ia adalah penjaga kunci. Dalam dirinya, terkandung keheningan dari eksil, disiplin dari rumah Sigar, dan kehormatan dari luka-luka politik yang tak selalu selesai.

Karena dalam dunia yang gaduh oleh ambisi, yang dipercaya adalah mereka yang memilih diam, tetapi tetap tinggal.

Sugiono adalah anak ideologis dari sebuah sejarah yang tidak selalu ditulis, tapi selalu diingat. Ia hadir bukan untuk menjadi sorotan, tetapi untuk menjaga pusat.

Ia bukan bayangan Prabowo. Ia adalah gema sunyinya.

**Klik Channel WhatsApp Ulanda.id untuk membaca berita pilihan menarik lainnya langsung di ponselmu.

Example floating