Adveristing
Example 325x300
Opini

Jalan Manusiawi Jadi Kunci Bangkitkan Pinogu

×

Jalan Manusiawi Jadi Kunci Bangkitkan Pinogu

Sebarkan artikel ini

Penulis: Hamim Pou – Mantan Bupati Bone Bolango

Demo mahasiswa kemarin mengguncang gedung DPRD dan Kantor Bupati. Suara lantang mereka, kadang dengan emosi yang meledak, menyuarakan hal yang sama: Pinogu seolah dianaktirikan.

Kecamatan yang berada di jantung Taman Nasional Bogani Nani Wartabone itu hingga kini belum memiliki akses jalan yang layak. Tuntutan mereka sederhana, tetapi sangat mendasar: jalan yang manusiawi, jalan yang benar-benar memanusiakan.

Saya masih ingat saat pertama kali datang ke Pinogu, empat belas tahun lalu. Kami terbang dengan helikopter, mendarat di lapangan kecil, disambut ratusan bahkan ribuan warga yang menunggu. Saat turun, saya sujud mencium tanah—sebuah tekad untuk membangun Pinogu bersama warganya.

Kami memulai dari hal yang bisa dilakukan: menetapkan Pinogu sebagai kecamatan definitif, membangun kantor kecamatan, memperbaiki puskesmas, dan menghadirkan pasar rakyat.

Pada awal pemerintahan, lahir gerakan “Satu ASN Satu Sak Semen” untuk merintis jalan darat. Identitas Pinogu kemudian dibangun lewat kopi organik yang kini diakui sebagai indikasi geografis nasional. Kami mendirikan unit pengolahan kopi di Bangio, bahkan mencatat Rekor MURI minum kopi organik massal pada 2017.
Padi organik ditetapkan sebagai komoditas unggulan dengan melarang masuknya pestisida. Irigasi kecil dibangun melalui DAK, sawah diperluas, beasiswa diberikan bagi anak-anak Pinogu, tenaga kesehatan, dan penyuluh.

Baca Juga :  Bendera One Piece dan Merah Putih: Prabowo, Luffy dan Nasionalisme yang Luka

Jaringan listrik dan telekomunikasi pun perlahan hadir. Ada kemajuan, namun mari jujur: masalah utama tetap pada akses jalan. Kasus viral jenazah yang diangkut ojek melewati jalur ekstrem demi dimakamkan di kampung halaman bukanlah cerita baru.

Bagi warga Pinogu, menghormati yang wafat adalah kehormatan. Tetapi, apakah setiap kepulangan harus selalu dibayar dengan risiko sebesar itu?

Kondisi topografi yang berat, curah hujan tinggi, dan jalur yang melintasi kawasan konservasi membuat pembangunan jalan tidak bisa dianggap sekadar proyek fisik.

Jalan Pinogu menyangkut tata ruang, keselamatan, dan masa depan ekologi. Karena itu, mulai sekarang, mari fokus pada tiga agenda utama.

Pertama, Dewan Rakyat Pinogu (DRP) harus hadir sebagai forum musyawarah permanen yang inklusif. Anggotanya mencakup tokoh masyarakat, pemuda, pengemudi ojek, tenaga kesehatan, guru, perangkat desa–kecamatan, pengelola taman nasional, pelaku ekonomi lokal, TNI/Polri, hingga pegiat lingkungan. DRP bukan sekadar ruang rapat, melainkan pusat perencanaan dan pemantauan pembangunan Pinogu.

Baca Juga :  Tiga Tindakan Gubernur Gorontalo Berpotensi Langgar Hukum, Publik Desak Evaluasi

Target 0–90 hari: kelembagaan DRP terbentuk, sekretariat berdiri, peta sepuluh titik rawan disusun, dan kebutuhan evakuasi ditetapkan. Target 90–180 hari: penanganan cepat titik rawan, penyelarasan jadwal kerja lintas desa–kecamatan–kabupaten, serta penerapan standar keselamatan dan lingkungan di koridor Pinogu.

Kedua, akses kemanusiaan 24/7. Keberhasilan Pinogu harus diukur dari kemampuan warganya keluar–masuk kapan saja, terutama saat darurat. Paket minimum akses meliputi Protokol Evakuasi 90 Menit dengan regu relawan, tenaga kesehatan, dan operator ojek terlatih; dua ambulans trail atau kendaraan 4×4, tandu gunung, radio komunikasi di titik panggilan darurat; serta perkuatan teknis seperti drainase tertutup, talud, rabat beton di tanjakan kritis, dan jembatan darurat modular.

Ojek harus dilembagakan sebagai operator layanan publik dengan pelatihan keselamatan, identitas resmi, SOP evakuasi, dan insentif berbasis misi—seperti pengantaran obat dan rujukan darurat saat cuaca ekstrem. Target 90–180 hari: lima titik rawan diperbaiki permanen, tiga jembatan darurat beroperasi, tiga puluh operator ojek tersertifikasi, dan rata-rata waktu evakuasi darurat berkurang minimal 30 persen.

Ketiga, penjagaan hutan dan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone sebagai benteng ekologis. Hutan ini adalah pelindung air, rumah satwa endemik, dan penyangga kehidupan. Pembangunan infrastruktur di Pinogu harus berjejak rendah: mengikuti kontur, menjaga aliran air, menghindari zona sensitif, dan memastikan koridor satwa tetap aman.
Pertanian organik dipertahankan, larangan pestisida ditegakkan, dan ekonomi hijau dikembangkan melalui kopi, beras organik, serta ekowisata berbasis budaya. Indikator lingkungan meliputi nol titik deforestasi baru, penurunan kekeruhan air sungai, serta mitigasi konflik satwa–manusia melalui rambu, jam sunyi, dan koridor satwa.

Baca Juga :  Sugiono dan Arsitektur Sunyi Kekuasaan Prabowo

Pinogu tidak boleh berjalan sendiri. APBD kabupaten, APBD provinsi, APBN, Dana Desa, hibah sah, hingga CSR harus disinergikan dalam satu peta jalan yang transparan. Semua program harus terukur: jumlah hari jalan terputus per tahun, rata-rata waktu evakuasi, serta capaian indikator lingkungan.

Mari jadikan tiga agenda ini sebagai kontrak moral bersama: Dewan Rakyat Pinogu, Akses Kemanusiaan 24/7, dan Penjagaan Hutan Taman Nasional. Dari sini, Pinogu bangkit dengan cara yang manusiawi, fungsional, dan lestari. Bismillah.

**Klik Channel WhatsApp Ulanda.id untuk membaca berita pilihan menarik lainnya langsung di ponselmu.

Example floating