ULANDA.ID – Sebanyak 30 aparat desa dari Desa Bondula dan Desa Bihe, Kecamatan Asparaga, Kabupaten Gorontalo, mengikuti pelatihan penguatan kapasitas dalam implementasi Peraturan Desa (Perdes) untuk mendukung pembangunan desa yang legitimatif, partisipatif, dan berkelanjutan.
Kegiatan tersebut berlangsung pada 9 September 2025 di Kantor Desa Bondula. Pelatihan diselenggarakan melalui kolaborasi Global Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP) Indonesia bersama Lembaga Penelitian, Pengabdian, dan Pengembangan Masyarakat (LP3M) Universitas Gorontalo.
Pelatihan ini menyoroti masih adanya kesenjangan antara penyusunan Perdes dan pelaksanaan program pembangunan desa. Kondisi itu membuat sejumlah program tidak fokus, tumpang tindih, bahkan rentan secara hukum.
“Perdes tidak sekadar dibuat, tetapi harus dijalankan dalam program nyata,” tegas Dr. Drs. Dikson Junus, MPA, fasilitator sekaligus ahli perencanaan desa.
Muten Nuna, SIP, SH., MH, pakar hukum desa yang turut menjadi narasumber, menekankan pentingnya sinkronisasi Perdes dengan dokumen perencanaan desa lainnya, seperti RPJMDes, RKPDes, dan APBDes.
“Tanpa keselarasan, program bisa dibatalkan secara hukum dan berpotensi memicu konflik sosial,” ujarnya.
Pelatihan dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama membahas hierarki hukum desa, analisis pasal-pasal Perdes yang bersifat imperatif, serta teknik identifikasi mandat hukum.
Sesi kedua berfokus pada praktik penyusunan logframe program, penganggaran sesuai mandat Perdes, hingga simulasi revisi APBDes. Peserta berlatih melalui workshop analisis dokumen, role play, hingga pendampingan langsung oleh fasilitator.
Suaib, SIP, M.Si, ahli penyusunan APBDes, menambahkan bahwa integrasi antara Perdes tata ruang dengan RPJMDes krusial untuk mencegah konflik lahan sekaligus mendukung pembangunan berwawasan lingkungan.
Pelatihan diikuti berbagai unsur desa, mulai dari kepala desa, sekretaris desa, kepala dusun, BPD, hingga tokoh masyarakat. Setiap peserta membawa dokumen Perdes dan RPJMDes untuk dianalisis langsung selama kegiatan.
Output yang ditargetkan meliputi draf program desa berbasis Perdes, matriks sinkronisasi dokumen perencanaan, serta action plan implementasi selama tiga bulan ke depan.
Koordinator Program LP3M Universitas Gorontalo, Abdul Samad Hiola, optimistis pelatihan ini mampu memperkuat tata kelola desa.
“Dengan pendampingan berkelanjutan, desa-desa di Gorontalo bisa menjadi contoh tata kelola pembangunan yang berbasis hukum dan partisipatif,” katanya.
Pelatihan juga menampilkan studi kasus konflik batas desa dan alih fungsi lahan. Peserta menyusun simulasi penyelesaian zonasi, draf revisi RKPDes, hingga skema anggaran yang lebih terarah.
Keberhasilan pelatihan diukur tidak hanya dari dokumen yang dihasilkan, tetapi juga dari implementasi program dalam APBDes 2026 yang diawasi melalui sistem monitoring dan evaluasi berbasis indikator kinerja.
Kegiatan ditutup dengan komitmen bersama untuk menjadikan Perdes sebagai dasar program nyata demi mewujudkan desa mandiri dan berkelanjutan.
“Program desa yang baik adalah yang legal, partisipatif, dan berkelanjutan. Itulah yang ingin kita wujudkan bersama,” pungkas Dikson Junus.