ULANDA.ID – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan tengah mempertimbangkan peluang untuk mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Wacana tersebut menuai sorotan luas dari publik dan pengamat politik nasional.
Pakar Politik Universitas Diponegoro (Undip), Nur Hidayat Sardini, mengingatkan bahwa keputusan Jokowi untuk memimpin PSI memiliki risiko politik baik bagi partai maupun dirinya secara pribadi.
“Hubungan historis PSI dengan Pak Jokowi memang nyata. PSI sejak awal didirikan untuk menopang kekuasaan Pak Jokowi,” ujar Nur Hidayat saat dihubungi dari Semarang, Jumat (16/5/2025).
Ia mengutip pernyataan pendiri PSI seperti Jeffrie Geovanie, yang secara terbuka menyebut partainya lahir sebagai dukungan terhadap Jokowi, terutama dalam menghadapi oposisi kuat pada periode pertama pemerintahannya.
PSI dan Kaesang, Dinamika Politik Keluarga
Selain faktor historis, Nur Hidayat menilai bahwa kedekatan personal antara Jokowi dan PSI juga diperkuat dengan keberadaan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum partai tersebut.
“Visi-misi PSI dianggap sejalan dengan nilai-nilai yang dipegang Jokowi. Kedekatan ini tentu menjadi salah satu alasan potensial,” tambahnya.
Dalam beberapa kesempatan, Jokowi bahkan menyebut PSI sebagai partai yang paling mendekati ideologi pribadinya dan tak jarang hadir dalam berbagai agenda internal partai.
Risiko Elektoral dan Tantangan Citra
Namun demikian, Nur Hidayat menegaskan bahwa keputusan Jokowi mencalonkan diri sebagai ketua umum PSI bukan tanpa konsekuensi. Ia menyebut bahwa ketergantungan PSI terhadap figur Jokowi dapat menjadi “pedang bermata dua” yang berpengaruh terhadap performa partai di Pemilu 2029 mendatang.
“Pasar pemilih Jokowi sudah stagnan. Jika PSI terlalu mengaitkan dirinya dengan Jokowi, partai ini bisa kehilangan daya tarik yang lebih luas,” tuturnya.
Ia juga menyoroti mulai munculnya tiga arus resistensi terhadap Jokowi: dari oposisi aktif, simpatisan kekuasaan yang khawatir soal ‘matahari kembar’, hingga publik yang ingin mantan presiden bersikap lebih tenang pasca menjabat.
“Tiga kelompok ini merasa kurang nyaman dengan langkah-langkah Jokowi yang dianggap berlebihan secara politik,” jelasnya.
Saran Jadi Negarawan Pascajabatan
Meski menegaskan bahwa secara konstitusi Jokowi berhak aktif di dunia politik, Nur Hidayat berpendapat bahwa akan lebih strategis bagi Jokowi untuk mengambil peran sebagai negarawan.
“Jauh lebih baik jika beliau terlibat dalam bidang pendidikan, budaya, atau pengembangan sumber daya manusia melalui yayasan,” ujarnya.
Ia menilai langkah tersebut akan meninggalkan warisan positif dan memperkuat posisi Jokowi sebagai tokoh bangsa pascapresidensi.
Jokowi Masih Mengkalkulasi Peluang
Sebelumnya, Jokowi menyatakan bahwa ia masih menghitung kemungkinan untuk mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PSI menjelang kongres partai yang akan digelar pada Juli 2025.
“Iya, masih dalam kalkulasi. Jangan sampai saya mendaftar, tapi nanti malah kalah,” kata Jokowi, Rabu (14/5/2025), merespons pertanyaan awak media mengenai peluangnya menjadi ketua umum partai berlambang mawar putih tersebut.(**)
**Klik Channel WhatsApp Ulanda.id untuk membaca berita pilihan menarik lainnya langsung di ponselmu.