ULANDA.ID — Penanganan kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan mantan Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo (UNUGO) hingga kini belum menunjukkan titik terang. Tim kuasa hukum korban dari Lembaga Advokasi Khusus Perempuan dan Anak (LAKPA) mendesak transparansi kepolisian dalam menuntaskan perkara yang sudah berlangsung selama satu tahun lima bulan.
Dalam agenda gelar perkara khusus yang digelar Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda Gorontalo, Jumat (18/7/2025), pihak kuasa hukum mempertanyakan alasan mandeknya proses penyelidikan meski pelapor telah menghadirkan bukti dan saksi pendukung.
Kuasa Hukum: Kasus Berlarut, Keadilan Terancam Hilang
Kuasa hukum korban, Fanly Katili, mengungkapkan bahwa lambannya penanganan kasus memunculkan kekhawatiran akan potensi penghentian penyelidikan. Ia menekankan pentingnya transparansi agar tidak timbul anggapan bahwa ada kekuatan tertentu yang menghalangi jalannya proses hukum.
“Kasus ini sudah berjalan hampir dua tahun tanpa kepastian hukum. Hari ini kami hadir untuk meminta penjelasan konkret dari penyidik. Jangan sampai keadilan bagi para korban dikorbankan oleh alasan teknis,” tegas Fanly di hadapan media.
Polisi Dinilai Lamban, Bukti dan Saksi Sudah Diberikan
Fanly menegaskan bahwa pihaknya telah menghadirkan saksi-saksi kunci serta alat bukti relevan yang memperkuat laporan dugaan kekerasan seksual yang dialami mahasiswi dan dosen UNUGO. Namun penyidik menyatakan bahwa unsur-unsur tersebut masih dianggap belum lengkap.
“Kami justru mempertanyakan sejauh mana niat penyidik untuk benar-benar menuntaskan perkara ini. Jika masih ada kekurangan, kami siap bantu penuhi. Tapi jangan dijadikan alasan untuk terus menunda,” ujarnya.
Gelar Perkara khusus Kedua Dinanti, Harapan Terakhir dari Korban
Pihak LAKPA kini menunggu hasil gelar perkara khusus internal lanjutan yang dijanjikan Unit PPA Polda Gorontalo. Mereka mendesak agar proses tersebut dilakukan dengan menjunjung profesionalisme serta keberpihakan pada korban mengingat hal itu adalah harapan terakhir dari para korban.
Fanly menyebut bahwa ketidakjelasan proses hukum hanya akan menambah beban psikologis bagi para korban, yang selama ini menaruh harapan pada lembaga penegak hukum untuk melindungi hak-hak mereka.
Polda Akui Kendala Hadirkan Saksi Ahli
Sementara itu, Kabid Humas Polda Gorontalo Kombes Pol Desmont Harjendro mengonfirmasi bahwa penyelidikan belum bisa dituntaskan lantaran saksi ahli belum dapat dihadirkan ke dalam proses penyidikan.
“Setiap kali penyidik mengundang saksi ahli, mereka belum bersedia hadir. Kami masih menunggu kesiapan dari pihak saksi tersebut,” ujar Desmont.
Meski demikian, ia memastikan bahwa Ditreskrimum Polda Gorontalo tetap berkomitmen menuntaskan perkara dengan profesional dan akuntabel. “Gelar perkara sudah berlangsung dengan menghadirkan kedua belah pihak. Perkembangan lebih lanjut akan kami sampaikan ke publik secara berkala,” pungkasnya.