ULANDA.ID — Prajurit Dua TNI AD, Lucky Chepril Saputra Namo, meninggal dunia setelah mendapatkan perawatan intensif di RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo, Rabu (6/8/2025). Kematian Prada Lucky memunculkan dugaan penganiayaan oleh seniornya saat bertugas di Batalion Teritorial Pembangunan (TP) 834 Waka Nga Mere, Nagekeo.
Orang tua korban, Sersan Mayor Christian Namo, menyatakan harapannya agar negara segera mengusut tuntas penyebab kematian anaknya. “Saya meminta agar aparat berwenang menghadirkan keadilan dan mengungkap pelaku yang bertanggung jawab,” ujarnya saat dihubungi Antara di Kupang, Jumat (8/8).
Menurut Christian, foto dan video yang beredar menunjukkan tubuh Prada Lucky mengalami lebam dan luka-luka serius, termasuk bekas tusukan di kaki dan punggung. Sebelum meninggal, korban sempat menjalani perawatan di Unit Perawatan Intensif RSUD Aeramo.
Christian juga menyampaikan kekecewaannya karena dua rumah sakit di Kota Kupang, yakni RS Tentara dan RS Polri, menolak melakukan autopsi jenazah anaknya. “Ini menyulitkan proses pengungkapan fakta sebenarnya,” ujarnya.
Prada Lucky baru resmi menjadi anggota TNI AD dua bulan lalu setelah menyelesaikan pendidikan militer. Ia langsung ditempatkan di Batalion Pembangunan 834 yang bertugas mendukung pembangunan masyarakat di wilayah Nagekeo selama kurang lebih sebulan terakhir.
Kepala Penerangan Kodam IX/Udayana, Kolonel Infanteri Candra, mengonfirmasi bahwa kasus ini masih dalam tahap penyelidikan intensif. “Personel TNI AD yang diduga terlibat dalam penganiayaan telah ditahan dan saat ini menjalani pemeriksaan oleh Sub-Detasemen Polisi Militer Kupang,” ujarnya kepada Tempo, Jumat (8/8).
Candra menegaskan, “Peristiwa ini menjadi perhatian serius bagi Kodam IX/Udayana dan jajaran. Kami berkomitmen memastikan proses hukum berjalan transparan dan adil.”
Luka-luka di tubuh Prada Lucky yang terdeteksi antara lain lebam, luka sayatan, hingga bekas sundutan rokok, mengindikasikan penganiayaan fisik yang serius. Dugaan tersebut juga memperkuat kecurigaan bahwa kematian Prada Lucky terkait dengan metode “pendisiplinan” keras yang biasa diterapkan senior kepada prajurit baru.
Kasus tewasnya prajurit akibat penganiayaan senior bukan pertama kali terjadi di tubuh TNI AD. Pada 2023, Prada MZR meninggal dunia setelah mengalami kekerasan dari enam seniornya di Batalion Zeni Tempur 4/TK. Investigasi Pomdam IV/Diponegoro saat itu menetapkan enam pelaku sebagai tersangka dan telah menjalani proses hukum.
Kematian Prada Lucky Namo kembali menyoroti praktik “pendisiplinan” fisik yang berpotensi melanggar hak asasi dan berujung fatal. Masyarakat dan keluarga korban menuntut agar kasus ini dituntaskan secara transparan dan menjadi momentum untuk memperbaiki sistem pembinaan prajurit agar kejadian serupa tidak terulang.