ULANDA.ID – Aliansi Persatuan Mahasiswa Kesehatan dan Masyarakat Gorontalo mendesak DPRD Provinsi Gorontalo merekomendasikan pencopotan Kepala BPJS Kesehatan Cabang Gorontalo. Desakan itu disampaikan dalam aksi demonstrasi di depan kantor DPRD, Selasa (9/9).
Koordinator lapangan aksi, Majid Mustaki, menilai kebijakan BPJS di daerah tidak berpihak pada masyarakat. Menurutnya, keberadaan BPJS yang seharusnya menjadi solusi justru menimbulkan persoalan baru dalam pelayanan kesehatan.
“Kepala Cabang BPJS harus dicopot karena dianggap semena-mena, mengancam instansi kesehatan, dan tidak memahami kearifan lokal. Hal ini jelas merugikan masyarakat,” tegas Majid.
Dalam aksinya, mahasiswa membeberkan sejumlah persoalan di lapangan, di antaranya:
144 jenis penyakit yang seharusnya ditanggung BPJS, namun dalam praktiknya sering terkendala.
Jam pelayanan puskesmas hanya sampai pukul 02.00 Wita, sehingga pasien darurat kesulitan memperoleh rujukan.
Kekosongan obat di apotek rumah sakit, termasuk paracetamol.
Pemutusan kerja sama BPJS dengan RS Bioklinik yang dinilai merugikan pasien.
Dugaan tekanan BPJS terhadap pergantian Direktur RS Dunda karena pembelian obat di luar jalur rumah sakit.
Mahasiswa juga menuding laporan BPJS tidak sesuai kondisi riil di lapangan.
“BPJS selalu menyampaikan semua berjalan baik, padahal fakta yang kami temukan jauh berbeda. Kami minta DPRD menghadirkan direktur rumah sakit, tenaga kesehatan, dan dinas kesehatan agar terbuka ke publik,” ujarnya.
Aksi mahasiswa itu diterima langsung oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, La Ode Haimudin. Diskusi kemudian berlangsung di ruang Dulohupa DPRD.
Setelah hampir dua jam, La Ode berjanji menindaklanjuti aspirasi mahasiswa dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP).
“Hari Senin atau Selasa pekan depan akan dikoordinasikan. Kami akan menghadirkan BPJS, rumah sakit, serta pihak terkait lainnya,” kata La Ode.
Mahasiswa menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga ada langkah tegas terhadap pimpinan BPJS Kesehatan Cabang Gorontalo.