ULANDA.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan sengketa Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara 2024. Putusan ini memunculkan kritik tajam terhadap kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Provinsi Gorontalo.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang dibacakan dalam sidang pada Senin, 24 Februari 2025, menyatakan gugatan dengan nomor perkara PHP.BUP/55/XXIII/2025 dikabulkan. Putusan tersebut sekaligus memperkuat dugaan adanya kelemahan dalam tahapan penyelenggaraan Pilkada Gorontalo Utara.
Divisi Advokasi KIPP Provinsi Gorontalo, Ikrar Setiawan Akasse, menilai keputusan MK tersebut menambah daftar panjang catatan buruk pelaksanaan pemilu di Gorontalo. Ia menyoroti ketidaksiapan penyelenggara pemilu dalam mengantisipasi konflik sejak tahapan awal.
“Putusan ini memperlihatkan bahwa KPU Gorontalo Utara tidak menjalankan fungsinya secara profesional. Seharusnya persoalan status hukum calon bupati sudah diselesaikan pada tahapan pencalonan,” kata Ikrar dalam keterangannya di Gorontalo, Selasa (28/5).
Ikrar mengacu pada status hukum calon bupati Ridwan Yasin yang sudah inkrah sejak 25 April 2024. Padahal, pendaftaran calon baru dimulai pada 27–29 Agustus 2024. Menurutnya, KPU memiliki ruang untuk melakukan mitigasi, koordinasi lintas instansi, dan membuka helpdesk pencalonan guna mencegah sengketa hukum.
“Kenapa KPU Gorontalo Utara justru baru bergerak saat tahapan akhir verifikasi dokumen? Itu menunjukkan kelemahan manajerial,” tegasnya.
Tidak hanya KPU, Ikrar juga menyebut Bawaslu Gorontalo Utara gagal menjalankan fungsi pencegahan, pengawasan, dan penindakan secara maksimal. Ia menilai, kegiatan teknis seperti bimbingan teknis (bimtek), rapat koordinasi, dan pemetaan kerawanan hanya bersifat formalitas.
“Materi pemetaan kerawanan seharusnya menjadi roh kegiatan Bawaslu, apalagi difasilitasi negara. Tapi kami melihat pelaksanaannya tidak menyentuh substansi masalah,” ujarnya.
Keterlibatan Pegiat Pemilu Dinilai Minim. Ikrar juga mengkritik minimnya pelibatan pegiat pemilu dalam proses diskusi maupun kegiatan resmi penyelenggara pemilu di Gorontalo Utara. Menurutnya, KPU dan Bawaslu kurang terbuka terhadap masukan dari masyarakat sipil.
“Sejak awal tahapan Pilkada, kami melihat tidak ada pelibatan berarti dari pegiat demokrasi, padahal itu penting untuk menjaga asas-asas penyelenggaraan yang bersih dan akuntabel,” tutup Ikrar.
**Klik Channel WhatsApp Ulanda.id untuk membaca berita pilihan menarik lainnya langsung di ponselmu.