ULANDA.ID — Momen jelang Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia menjadi waktu ramai bagi pedagang bendera musiman. Namun tahun ini, sejumlah pedagang di Jakarta Timur mengaku kebingungan karena tren bendera yang tak biasa muncul di kalangan pembeli muda.
Seorang pedagang, Syauqi (43), mengaku heran saat beberapa anak muda datang ke lapaknya di kawasan Matraman dan menanyakan bendera bergambar tengkorak dengan topi.
“Saya kira mereka bercanda. Mereka tanya bendera tengkorak pakai topi. Saya nggak jual yang begituan,” kata Syauqi kepada wartawan, Sabtu (2/8/2025).
Setelah ditelusuri, bendera yang dimaksud merupakan Jolly Roger milik kelompok bajak laut Topi Jerami dari serial anime populer One Piece. Tren ini mendadak viral di media sosial, terutama menjelang 17 Agustus, di mana sejumlah anak muda memasang bendera tersebut di rumah masing-masing.
Syauqi mengaku tak berani menyediakan bendera tersebut karena khawatir menimbulkan salah paham, mengingat momen ini merupakan perayaan nasional yang sarat makna perjuangan.
“Saya takut salah tanggap. Orang bisa kira macam-macam kalau saya jual bendera bajak laut pas 17-an,” katanya sambil tertawa kecil.
Hal senada disampaikan Ridwan (30), pedagang bendera lainnya. Ia mengaku permintaan bendera One Piece cukup tinggi beberapa hari terakhir.
“Anak muda banyak cari. Tapi kami tidak jual, karena dari bos juga memang tidak sedia jenis itu,” ujarnya.
Kendati tren bendera One Piece sedang naik, Syauqi menyebut penjualan bendera merah putih dan atribut kemerdekaan justru mengalami penurunan tahun ini. Sejak membuka lapak pada 25 Juli lalu, penjualan dinilai lesu.
“Banyak yang cuma tanya, nawar, tapi tawarannya jauh di bawah harga modal. Saya jual Rp35 ribu, ditawar Rp10 ribu,” ucapnya dengan nada lelah.
Ia bahkan mengungkapkan sebagian calon pembeli hanya membeli bambu untuk tiang karena benderanya sudah dibeli secara daring.
“Yang beli bendera biasa paling cuma empat sehari. Jauh dari tahun-tahun sebelumnya,” kata dia.
Sebelum menetap di Matraman, Syauqi sempat berdagang di Kali Sentiong, namun terpaksa pindah akibat penertiban oleh Satpol PP. Ia juga pernah membuka lapak di Pamulang, namun memilih hengkang karena merasa tidak aman akibat gangguan preman.
“Preman di sana minta setoran terus. Padahal kita jualan kecil-kecilan, untung juga nggak besar,” ucapnya.