ULANDA.ID – Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka mengungkapkan kekhawatirannya terhadap rencana pembelian 50 unit pesawat Boeing oleh Garuda Indonesia. Menurutnya, langkah tersebut muncul akibat tekanan tidak langsung dari pemerintah Amerika Serikat.
“Pembelian ini diduga menjadi bagian dari syarat penurunan tarif resiprokal dari 32 persen ke 19 persen yang diajukan Presiden Donald Trump,” ujar Rieke dalam rapat kerja dan dengar pendapat bersama Menteri BUMN Erick Thohir dan PT Danantara, Rabu (23/7/2025), di Gedung DPR RI.
Ia menegaskan bahwa pesawat Boeing saat ini mengalami penurunan minat global dan mempertanyakan urgensi Indonesia membeli armada dari perusahaan tersebut. “Boeing adalah simbol ekonomi Amerika. Ketika tidak laku, tentu mereka mencari cara agar tetap terjual, termasuk lewat tekanan diplomatik,” lanjutnya.
Rieke mengingatkan kembali krisis keuangan yang pernah menjerat Garuda Indonesia, termasuk akibat pengadaan pesawat CRJ-1000 Bombardier dan ATR 72-600. Kasus tersebut menyeret mantan Dirut Emirsyah Satar ke meja hijau atas dugaan korupsi.
Ia juga menyinggung masalah teknis pada Boeing 737 Max dan 787 Dreamliner yang sempat di-grounded, yang menurutnya masih menyisakan keraguan terhadap rencana pembelian unit baru dari Boeing.
Menanggapi kritik tersebut, Menteri BUMN Erick Thohir tidak memberikan jawaban tegas. Dalam rapat, ia hanya menyatakan bahwa masukan dari DPR akan ditindaklanjuti. Erick pun tidak memberikan keterangan pers usai rapat, dengan alasan menghadiri agenda lain di Komisi XI.
“Masukan soal posisi BUMN sebagai pengawas sekaligus pelaksana penugasan negara akan kami pelajari. Fokus kami tetap pada perlindungan ekonomi rakyat dan menciptakan nilai jangka panjang,” kata Erick di hadapan anggota Komisi VI.
Sementara itu, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Wamildan Tsani, menyatakan bahwa rencana akuisisi 50 pesawat Boeing sudah mendapatkan persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto, Menteri BUMN, dan RUPS.
Ia menjelaskan bahwa pembelian tersebut merupakan bagian dari strategi jangka panjang pemulihan perusahaan.
“Langkah ini termasuk transformasi bisnis melalui penguatan armada dan perluasan rute penerbangan dalam lima tahun mendatang,” ujar Wamildan dalam pernyataan resmi di Bursa Efek Indonesia, Senin (21/7/2025).
Namun, ia mengakui proses finalisasi masih bergantung pada kesiapan Boeing dalam menyediakan jenis pesawat sesuai kebutuhan Garuda.
Rieke Diah Pitaloka menekankan bahwa renegosiasi atas syarat-syarat dagang internasional sangat mungkin dilakukan. Ia mendorong pemerintah untuk meninjau kembali rencana pembelian agar tidak menjadi beban baru bagi Garuda Indonesia yang tengah dalam masa pemulihan.