ULANDA.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami peran pemilik biro perjalanan haji dan umrah, Khalid Basalamah, dalam penyidikan dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) periode 2023–2024.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa Khalid diperiksa karena diduga mendapatkan kuota haji khusus dari PT Muhibah bersama 122 jemaahnya, meski ia tercatat sebagai pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour).
“Pemeriksaan saksi terhadap KB didalami terkait pengetahuannya sebagai pemilik biro perjalanan haji, termasuk bagaimana memperoleh kuota tambahan serta pelaksanaan ibadah haji di lapangan,” kata Budi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Menurut Budi, keterangan Khalid membantu penyidik memetakan mekanisme distribusi kuota haji khusus. Apalagi, yang bersangkutan juga tercatat melaksanakan ibadah haji pada periode tersebut.
KPK juga mengonfirmasi adanya pengembalian uang dari Khalid Basalamah. Namun, Budi belum merinci jumlah yang sudah disita sebagai barang bukti. “Nominalnya akan kami update. Uang itu disita untuk dimasukkan dalam berkas perkara yang nantinya dibawa ke persidangan,” ujarnya.
Penyidik mendalami keterangan dari sejumlah pemilik biro perjalanan haji terkait dugaan aliran dana ke pejabat Kemenag. Modus yang ditemukan, kuota haji khusus dibagi melalui asosiasi dan sebagian diperjualbelikan antar-biro, bahkan ada yang langsung dijual ke calon jemaah.
“Dalam pelaksanaan 2024, ada jemaah yang berangkat tanpa antrean. Penyidik mendalami prosesnya seperti apa,” ungkap Budi.
Kasus ini berawal dari kebijakan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang mengubah alokasi tambahan 20 ribu kuota haji 2023–2024. Kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 yang seharusnya menetapkan rasio 92 persen haji reguler dan 8 persen haji khusus.
Namun, perubahan kebijakan menjadi 50 persen:50 persen diduga membuka peluang praktik jual beli kuota haji khusus. Akibatnya, calon jemaah yang seharusnya menunggu antrean bertahun-tahun dapat langsung berangkat setelah membayar sejumlah uang.
KPK memperkirakan dugaan korupsi kuota haji ini menimbulkan kerugian negara lebih dari Rp1 triliun. Meski begitu, KPK belum mengumumkan tersangka secara resmi.