ULANDA.ID I PALU. Jumat, 3 Januari 2024 – Pengamat Kebijakan Publik Universitas Tadulako Palu, Prof. Slamet Riadi MSi menilai langkah penonaktifan Sekprov Sulteng Novalina oleh Gubernur Sulteng Rusdi Mastura, kurang tepat dan keliru, mengingat bahwa dalam ketentuan pemberhentian jabatan Sekprov hanya dapat dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia melalui Kementerian dalam Negeri.
“Saya rasa (penonaktifan Sekprov) itu keliru, kurang tepat. Apalagi kan baru sebatas lisan,” jelas Slamet saat dimintai tanggapannya.
Menurutnya, menonaktifkan sekprov harus memiliki alasan yang jelas, seperti meninggal dunia, mengundurkan diri, tidak dapat menjalankan tugas, melanggar peraturan perundang-undangan, atau memasuki usia pensiun serta alasan lainnya. Namun sejauh ini, Gubernur Rusdi Mastura tidak merinci, alasannya dalam menonaktifkan Novalina sebagai Sekprov Sulteng.
“Kita belum mendapatkan apa dasar dan alasannya sehingga Gubernur berbicara seperti itu (menonaktifkan sekprov). Mungkin sekadar melampiaskan emosi atau gimana. Yang pasti, bahwa menonaktifkan atau memberhentikan seseorang dari jabatannya, harus melalui mekanisme yang berlaku,” jelasnya.
Dia juga berharap, agar Sekprov Sulteng Novalina tetap bekerja seperti biasa demi kestabilan roda pemerintahan. Jikapun gubernur tidak memberi kewenangan. Itu menjadi hak Gubernur.
“Selama belum ada surat penonaktifan dari Presiden, sebaiknya Sekprov tetap bekerja dan bertugas seperti biasa,” tandasnya.
Hal Senada diungkapkan Pengamat kebijakan publik lainnya, Dr. Muhammad Irfan Mufti.
Menurut Irfan, selama belum ada keputusan resmi dari Presiden Republik Indonesia terkait penonaktifan Sekprov tersebut, maka Novalina tetap wajib menjalankan tugasnya seperti biasa dan menerima hak-haknya.
“Tetap bertugas selama belum ada keputusan resmi dari Presiden soal penonaktifan Sekprov itu,” jelas Irfan.

Baca Juga : Heboh! 108 Mahasiswa FISIP Untad Palu Tinjau IKN di Kaltim
Dia juga mengatakan bahwa, jika pun gubernur tidak memberikan kewenangan kepada Sekprov, itu adalah hak Gubernur, tetapi Sekprov tetap berkantor dan bekerja seperti biasanya dan tetap menerima hak-haknya.
“Ini lebih pada masalah komunikasi antara Gubernur dan Sekprov yang perlu dibangun keharmonisan, apalagi masa jabatan Gubernur akan segera berakhir,” tandasnya.(Fery)
Situasi ini menjadi pengingat pentingnya sinergi antara pejabat daerah dalam menjalankan roda pemerintahan, terutama saat menghadapi akhir masa jabatan kepala daerah. Masyarakat berharap persoalan ini tidak menjadi hambatan dalam memberikan pelayanan terbaik kepada warga. Langkah-langkah strategis yang didasari komunikasi dan saling pengertian dinilai menjadi solusi utama agar stabilitas pemerintahan tetap terjaga.
Pada akhirnya, keharmonisan antara Gubernur dan Sekprov akan mencerminkan profesionalisme dan dedikasi mereka dalam melayani masyarakat. Semua pihak berharap, baik Gubernur maupun Sekprov, dapat mengesampingkan perbedaan untuk fokus pada tanggung jawab mereka sebagai pemimpin dan pelaksana pemerintahan. Masa depan daerah ini bergantung pada kerja sama yang solid demi kesejahteraan bersama./cW81.