ULANDA.ID – Di tengah gegap gempita komitmen pembangunan infrastruktur di berbagai pelosok, satu potret ironi mencolok justru tersaji di jantung Kota Gorontalo. Jalan Piola Isa, hanya selemparan batu dari kediaman pribadi Gubernur Gusnar Ismail, dibiarkan dalam kondisi memprihatinkan selama bertahun-tahun.
Kerusakan parah—dengan lubang menganga dan aspal mengelupas—menjadi pemandangan harian bagi warga Wongkaditi. Tak sedikit pengendara yang terperosok atau jatuh karena kondisi jalan yang membahayakan itu. Tragisnya, lokasi ini berada tak sampai 300 meter dari rumah orang nomor satu di Provinsi Gorontalo.
Kontras mencolok terjadi di Kabupaten Boalemo, tepatnya di Kecamatan Paguyaman Pantai. Saat melakukan kunjungan kerja, Gubernur Gusnar menjanjikan percepatan penanganan jalan rusak akibat longsor. Ia bahkan mengklaim bahwa Dinas PUPR telah mengusulkan anggaran ke pemerintah pusat, lengkap dengan jaminan percepatan perbaikan.
Respons cepat itu justru menyulut pertanyaan di kalangan publik. “Kenapa jalan dekat rumah Gubernur sendiri dibiarkan rusak selama bertahun-tahun? Harus viral dulu baru diperbaiki?” kata Jufri, warga Wongkaditi, saat ditemui Jumat (18/7).
Pertanyaan itu bukan tanpa alasan. Konfirmasi dari Dinas PUPR melalui Kepala Bidang Bina Marga, Meyko Isa, menyebutkan kontrak pengerjaan Jalan Piola Isa baru diteken pada 17 Juli 2025—hanya sehari sebelum pemberitaan keluhan warga ramai di media lokal.
“Insyaallah pekerjaan segera dimulai,” ujar Meyko singkat.
Namun waktu penandatanganan kontrak yang berdekatan dengan sorotan publik menimbulkan persepsi bahwa perbaikan hanya dilakukan karena tekanan masyarakat, bukan karena kepekaan terhadap kebutuhan riil warga kota.
Fenomena ini kembali menyingkap persoalan laten: ketimpangan perhatian pembangunan. Pemerintah provinsi dinilai lebih responsif terhadap wilayah yang dikunjungi Gubernur atau menjadi pusat pemberitaan, sementara kawasan padat penduduk seperti Kota Gorontalo justru terabaikan.
Aktivis pemuda lokal, Raden Tapa, menyebut kondisi ini sebagai “cermin nyata dari politik pencitraan.”
“Kalau niatnya memang membangun, seharusnya jalan yang sudah rusak parah sekian lama, apalagi dekat rumah pribadi Gubernur, tak perlu menunggu viral untuk diperbaiki,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada alat berat atau tanda pengerjaan di lokasi. Warga pun masih melintas dengan was-was, sambil berharap janji perbaikan kali ini benar-benar terealisasi—bukan sekadar reaksi instan atas sorotan publik.