ULANDA.ID – Pemerintah Provinsi Gorontalo menuai kritik setelah diketahui menggunakan anggaran hasil efisiensi untuk pengadaan kendaraan dinas. Anggota Dprd Umar Karim menyatakan kebijakan tersebut bertentangan dengan regulasi nasional, khususnya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (SE Mendagri) terkait pemanfaatan dana efisiensi.
“Benar, berdasarkan data anggaran yang saya miliki, terdapat setidaknya tiga unit mobil dinas yang diadakan melalui dana efisiensi. Penggunaan anggaran ini merujuk pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 5 Tahun 2025,” ujar Umar. Senin (28/7/2025).
Pergub tersebut merupakan revisi atas Pergub Nomor 34 Tahun 2024 tentang Deskripsi APBD Tahun Anggaran 2025. Revisi ini merupakan tindak lanjut atas SE Mendagri Nomor 900/833/SJ tertanggal 23 Februari 2025 yang mengatur efisiensi anggaran.
Dalam dokumen resmi tersebut, tercatat adanya penambahan anggaran di salah satu biro Sekretariat Daerah. Dana tersebut tercantum dalam Sub Kegiatan Penyediaan Peralatan dan Perlengkapan Kantor pada Kegiatan Administrasi Umum Perangkat Daerah, dengan nilai total Rp1,52 miliar. Rinciannya mencakup:
Rp1,03 miliar untuk Belanja Modal Kendaraan Dinas Bermotor Perorangan
Rp494 juta untuk Belanja Modal Kendaraan Bermotor Khusus
Umar menegaskan bahwa kebijakan ini tidak sejalan dengan ketentuan SE Mendagri.
“Dalam edaran tersebut sudah sangat jelas, dana efisiensi tidak boleh dialokasikan untuk pengadaan kendaraan dinas. Anggaran itu harus difokuskan pada sektor prioritas, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, sanitasi, pengendalian inflasi, serta program yang langsung menyentuh kesejahteraan rakyat,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pernyataan sebagian anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD yang menganggap pengadaan ini sah karena telah melewati evaluasi Kementerian Dalam Negeri.
“Evaluasi tidak serta-merta berarti kebijakan itu sesuai aturan. Jika Kemendagri meloloskan, maka mereka pun turut bertanggung jawab,” ujar Umar.
Lebih lanjut, ia menilai kebijakan tersebut menunjukkan kurangnya empati pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat kecil.
“Anggaran hasil efisiensi seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk menunjang fasilitas pejabat. Ini mencerminkan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat,” pungkas Umar.