Adveristing
Example 325x300
Politik

UU MD3 Tak Atur Nonaktif Anggota DPR, Titi Anggraini: Mekanisme Resmi Hanya PAW

×

UU MD3 Tak Atur Nonaktif Anggota DPR, Titi Anggraini: Mekanisme Resmi Hanya PAW

Sebarkan artikel ini
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini saat ditemui di Jakarta Pusat, Sabtu, 6 Juli 2024. Dia memberikan sejumlah tanggapan atas pemecatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari usai pembacaan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) pada Rabu, 3 Juli 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto/Ulanda.id
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini saat ditemui di Jakarta Pusat, Sabtu, 6 Juli 2024. Dia memberikan sejumlah tanggapan atas pemecatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari usai pembacaan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) pada Rabu, 3 Juli 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto/Ulanda.id

ULANDA.ID – Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menegaskan bahwa Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) tidak mengenal istilah nonaktif bagi anggota DPR. Menurut dia, kebijakan partai politik yang menonaktifkan kadernya lebih merupakan langkah internal, bukan mekanisme hukum yang dapat mengubah status keanggotaan di parlemen.

“UU MD3 tidak mengenal istilah nonaktif. Mekanisme yang sah hanya pergantian antar waktu (PAW),” ujar Titi saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (31/8).

Ia menjelaskan, mekanisme PAW telah diatur dalam Pasal 239 UU Nomor 17 Tahun 2014 jo. UU Nomor 13 Tahun 2019. Prosesnya dimulai dari usulan resmi partai kepada pimpinan DPR, lalu diteruskan ke Presiden. Setelah itu, Presiden menerbitkan Keputusan Presiden yang memberhentikan anggota DPR terkait sekaligus menetapkan penggantinya, yakni calon legislatif dengan perolehan suara terbanyak berikutnya di daerah pemilihan pada Pemilu terakhir.

Baca Juga :  Buka Puasa Bersama, PDI Perjuangan Gorontalo Pererat Silaturahmi

Selama proses PAW belum ditempuh, Titi menegaskan bahwa anggota DPR yang dinyatakan nonaktif oleh partai tetap memiliki hak penuh sebagai legislator. “Mereka masih sah sebagai anggota dewan, tetap berhak menerima gaji, fasilitas, dan melaksanakan fungsi konstitusional,” katanya.

Meski demikian, Titi menilai langkah mengundurkan diri secara sukarela lebih terhormat bagi anggota DPR yang dianggap bermasalah. “Itu memberikan kepastian hukum sekaligus menunjukkan sikap etis serta tanggung jawab politik kepada publik,” ujarnya.

Baca Juga :  Puan: PDIP Solid Dukung Prabowo, Tapi Tak Ragu Kritik Kebijakan yang Merugikan Rakyat

Ia juga mengingatkan partai politik agar tidak menggunakan istilah yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. “Gunakan terminologi yang jelas dan sesuai hukum. Jika tidak, ini hanya tampak seperti drama politik untuk meredam kemarahan sesaat,” tegasnya.

Menurut Titi, penggunaan istilah nonaktif dalam kasus sejumlah anggota DPR, seperti Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai NasDem maupun Eko Patrio dan Uya Kuya dari Partai Amanat Nasional (PAN), tidak memiliki konsekuensi hukum. “Dalam PKPU juga tidak ada istilah nonaktif. Yang ada hanya anggota DPR berhenti karena meninggal, mengundurkan diri, atau diberhentikan,” jelasnya.

Baca Juga :  MK Tolak Gugatan, Pasangan "Bercahaya" Ditetapkan Pemenang Pilkada Gorontalo Utara

Sebelumnya, Partai NasDem melalui Ketua Umum Surya Paloh dan Sekjen Hermawi F Taslim mengumumkan penonaktifan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari keanggotaan fraksi DPR. Langkah serupa juga diambil Partai Amanat Nasional (PAN) terhadap Eko Patrio dan Uya Kuya yang dinonaktifkan melalui keputusan DPP PAN.

**Klik Channel WhatsApp Ulanda.id untuk membaca berita pilihan menarik lainnya langsung di ponselmu.

Example floating